Film Horor: Gua Nggak Takut Kok... Bener. Aneh. Emang Aneh. Napa Emang. Sinting.

kontributor: nahsi koto khan

Pernah membayangkan Riri Riza menenteng piala citra ke mana-mana? Dengan tingkahnya yang setengah kaku, setengah lucu, dia bertanya pada banyak orang, “Kalau mau mengembaliin piala ini ke mana, ya?” Dan pertanyaan itu terjawab ketika Gus Dur setengah kesel dan mengumpat mengatakan, “Piala kok dikembalikan. Gitu aja kok repot.”

Pada sebuah waktu dan tempat yang lain, Tukul ternyata juga merupakan masterpiece, orang Indonesia terpopuler dengan kata “puas, puas, puas…” nya. Lalu Maria Eva dengan gamblang dan vulgar bercerita teknik mengambil film di kamera handphone.

Lalu ada hantu yang berniat menakut-nakuti orang dengan menjatuhkan kedua biji matanya lalu berjalan terantuk-antuk. Atau mau lihat hantu jeruk purut dengan kepala dan badan terpisah itu menggoda cewek sambil terkentut-kentut?


Membayangkan itu semua mungkin semacam lelucon yang bisa membuat kita terpingkal-pingkal. Dan itu bisa Anda temukan dalam film komedi-horor dengan judul Film Horor. Konon pelem ini mengadopsi Scary Movie dengan memparodikan beberapa adegan film dan ternyata lebih banyak personil, sosok atau orang tertentu. Tak sampai di situ, konon produsernya juga mengangkut “tukang” dari luar sana untuk memoles pelem ini. Dan itu lumayam menjadi sorotan sebelum pelem ini bisa saya tonton dalam keping VCD dengan harga tiga ribu doang.

Ternyata setelah menonton ini saya merasa tak mendapat kebaruan yang berarti baik dalam sound effeck atau teknik gambar dan sebagainya, sebagaimana yang digembar-gemborkan. Entah saya nyang bodoh mungkin. Sama saja. Ada hantu, cewek nangis, adegan-adegan setengah mesum dan canggung (ntar ndak boleh tayang kalo terlalu ‘seru’. Resikonya dicekal, kan?), gelap ala Nayato dan melulu malam juga mewarnai adegan, cerita di kampus dengan tokoh-tokoh bermobil dan tak ada masalah dengan uang, ajep-ajep dan semacamnya. Gitu-gitu doanglah. Gambaran umum di banyak film dan sinetron di negeri ini dan tentu amat berbeda dengan dunia aslinya.

Saya mengajak Anda berpikir sejenak tentang ini. Apa benar sudah sebegitu mapannya mahasiswa kita? Ke kampus tanpa tentengan kecuali tas buat gaya-gayaan. Mungkin benar juga. Seperti itulah gambaran anak muda sekarang. Merdeka, bebas, kantong tebal dengan kepala yang kosong. Meski sebagian besar orang tak merasakan dunia itu. Setidaknya dengan menonton ini orang-orang bisa bermimpi sewaktu-waktu bisa hidup seperti itu (sebagaimana imaji Gus Muh dulu, ketika mahasiswa dapat cewek kaya, cantik dan baik hati. GUSMUH: KOTO, AWAS LU YA…!!!). Tapi hidup kan bukan sinetron sebagaimana Jibril turun di malam 17 ramadhan dan sibuk melinting ganja yang jauh-jauh ditenteng dari Aceh sana bukan, Gus Muh?

Kembali ke… pelem.

Ada upaya pembalikan fakta (bahasa kerennya tanya aja si Jejen) dalam film ini, di mana hantu bukan melulu makluk mengerikan tetapi juga makhluk yang konyol, bisa salah dan kesepian. Lihatlah Hantu Jeruk Purut yang kesulitan dgn kepalanya yang suka menggelinding dan ia tak punya teman. Atau tengok misalnya hantu yang berdiam di WC kampus diam-diam belajar memoles bibir dengan gincu. Biar modern ya, Ntuh? Atau tengok juga misalnya para Suster Ngesot yang tergila-gila sama dangdut (bikin tim cerlider aja Mbak!).

Yup! Para hantu berkumpul. Tapi lebih banyak menjadi pecundang. Malangnya dirimu duhai para Hantu.. ((H)an (Tu)Ismanto termasuk malang gak ya?

Tetapi bagaimana pun upaya memparodikan ini, kesan membikin pelem horor (hantu-hantuan) tak bisa ditepis. Sejak awal kita disuguhi keremangan malam, musik yang menggetarkan jiwa (bukan lagu Tompi lo), pekikan-pekikan dan kilatan-kilatan cahaya. Wah, kalau yang beginian mah ndak usah mengimpor ahli dari Holiwood segala. Nayato punya tim khusus tuh kayaknya.

Temanku ngamuk-ngamuk karena adegannya selalu malam dan malam. Kalau pun ada adegan siang, ya itu tadi, untuk memperlihatkan betapa konyolnya duplikan Riri Riza, Tukul, Maria Eva atau Cut Memey yang tiba-tiba begitu genit dan menggemaskan. Atau sekedar melihat aksi Feri Irawan (BENAR NGGAK NAMA INI KOTO, ATAU INGATANMU PAYAH—pemutar pelem yg galak!), seorang komandan muda yang suka bergaya di depan kamera dengan kepala yang kosong tapi suka mengoleksi barang bukti yang merangkak di garis batas polisi yang dipajang berseliweran. Nyindir pak polisi kita nih? (buat pak polisi: bukan menghasut lo pak, bener lo. Ini lebih dari sekedar sindiran LA Light lo yang bilangin Polisi (suka) tidur dan rokok nyari untung doang pak. Tapi ini tak hanya menghina kerja polisi dan isi otaknya tapi bakat dan tingkahnya juga ditiru eh, dijelek-jelekin di pelem ini. Masa pak polisi berkumis mondar-mandir terus di depan kamera kerjaannya).

Tapi adegan Feri ini lumayam asyik. Polisi ganteng yang cool beneran.

Jalinan cerita yang rumit juga menjadikan pelem ini bukan sekedar hiburan. Temanya lumayan berat dan dengan penyelesaian yang khas kita, terburu-buru. Jika di Scary Movie kita diantar pada lelucon-lelucon dan adegan konyol tanpa harus berkerut, sebenarnya di pelem ini tak melulu kita dapatkan ini. Porsi hantu sangat besar dalam pelem ini dan itu yang dijual. Bayangkan nyaris seluruh jenis hantu populer (yang terkenal maksudnya), diundang main. Aku jadi ingat Si Manis, dia gak diajak. Kalah sama hantu-hantu jenis baru. Kayak bintang pelem aja ya. Semua hantu ngumpul!

Upaya menampilkan sisi komedi dalam ketegangan ini memang patut diacungi jempol. Meski pun tidak sepenuhnya dianggap berhasil saya pikir upaya ke jalan itu sudah ada. Sebab bagaimana pun memparodikan dagelan umum, karakter dan semacamnya cukup menjual di sini, apalagi menghina fisik kan? Ada beberapa adegan film yang dicomot dan membuat kita tergelak juga. Heart, Ekskul, pelem esek-esek Maria Eva yang paling kentara. Tapi parodi semacam ini mungkin bagi pihak lain sangat menghina. Saya tidak tahu tuh reaksi Riri Riza asli jika tau dirinya menjadi tolol begitu (aslinya tolol ndak sih?), atau keluarga pasangan Maria Eva di pelem ehm-ehm itu menyaksikan adegan film semacam itu.

Maksudku, bisa ndak ya kita menyajikan pelem tanpa ada hujatan-hujatan yang memojokkan personal tertentu. Full kreativitas, gitu. Tapi memparodikan hantu mungkin sudah waktunya. Bukankah trend humor memang sedang laku? Dan hantu saya pikir juga tidak mau ketinggalan.

Tapi begitulah, kita memang tidak bisa memuji banyak untuk pelem kita apalagi nyangkut jalan cerita dan akting para pemainnya. Rada-rada gimana… gitu!

Jadi kalo orang hamil, lemah jantung & sakit hati, pikir dulu deh sebelum nonton pelem ini. Sumpah! Nggak seremmmmmmmmm. Lho.

FILM HOROR (2007)
Produser : Shankar Rs B.sc, lah
Produksi : Indika Entertainment dong
Pemain:Angie Vigin, Sheila Marcia, Andhika Gumilang, Reza Rahadian, Cut Memey, Frry Irawan, dan seluruh properti hantu.
Sutradara : Toto Hoedi

Stardust


Sutradara: Matthew Vaughn
Skenario: Jane Goldman & Matthew Vaughn
Pemain: Claire Danes, Charlie Cox, Michelle Pfieffer, Robert De Niro, dll.
Masa putar: 127 menit
Tahun: 2007


Terus terang, saya menonton film ini dengan sedikit apriori bahwa pasti deh film fantasi nggak jauh-jauh dari pameran efek visual, dongeng, dan cerita hitam putih tentang si baik yang mengalahkan si jahat. Kalau saja tak ada proyek nonton bareng Kubugil and friends, mungkin saya tidak akan pernah tertarik menonton film ini. Saya bukan penggemar film-film fantasi. Apalagi saya juga belum membaca buku karya Neil Gaiman ini. Biasanya sih saya mendahulukan membaca bukunya sebelum menyaksikan filmnya.

Saya tahu di film ini saya akan menyaksikan pameran efek visual seperti lazim terdapat dalam film-film fantasi. Saya juga sudah mengira bahwa saya akan mendapati banyak adegan sihir dan pertarungan. Tetapi bahwa ternyata filmnya sungguh keren, itu benar-benar di luar dugaan saya.

Awalnya saya masih menontonnya setengah hati. Saya benar-benar menonton begitu saja tanpa terlebih dulu memperhatikan para pemainnya. Padahal biasanya siapa yang main itu kerap menjadi pertimbangan utama saya dalam menonton film. Jadi saya pantas terkejut saat tiba-tiba aktris gaek yang masih saja cantik dan seksi, Michelle Pfeiffer, muncul di layar sebagai penyihir yang mendamba memiliki kecantikan abadi (Lamia). Oh, barulah setelah itu saya melotot seraya menegakkan tubuh saya yang tadinya menyender malas di sofa.

Kehadiran Michelle bukan saja berhasil mencuri perhatian saya namun juga membuat saya jadi membaca deretan pemain yang tercantum di sampul DVD-nya (bajakan dong hehehe). Oh..oh...kiranya ada juga Robert De Niro (Kapten Shakespeare) dan Claire Danes (Yvaine) serta oh..Peter O'Toole (King). Maka, kini perhatian saya bukan cuma tercuri tetapi telah terebut sepenuhnya.

Saya tidak akan mengisahkan ringkasan filmnya supaya tidak mengurangi keasyikan Anda menonton nanti. Tetapi percayalah, Anda akan mendapatkan hiburan yang sebenarnya dengan menonton film ini.
Dua jempol untuk efek visual dan make up-nya yang telah sukses menyulap Michelle menjadi nenek berumur 4 abad. Soal aktingnya, ya tentu tidak perlu disangsikan lagi. Michelle memang keren.

Yang juga tak kalah keren pastilah bintang favorit saya: Robert De Niro. Ia sukses memerankan tokoh Kapten Shakespeare yang gay (Salah satu dialognya: "Ingat Nak, reputasi itu dibangun sepanjang hidupmu, tetapi hanya butuh 1 detik untuk meruntuhkannya").

Adegan paling keren adalah saat kapal perompak Kapten Shakespeare berhasil mendarat mulus di atas permukaan laut setelah mengarungi angkasa raya. Adegan tersebut terlihat demikian riil. Yah, seharusnya sih gak perlu heran secara Hollywood gitu loh. Apa sih yang ga bisa dilakukan pabrik film itu?

Ceritanya sendiri sih gak istimewa. Biasa deh layaknya dongeng fantasi dengan sisipan pesan moral tentang pentingnya menjadi orang baik. Ya saya rasa hanya tinggal dongeng-dongeng itu saja yang masih meyakini bahwa pada akhirnya kebaikan akan menang melawan kejahatan.

Sudahlah, pokoknya nggak rugi deh nonton "Stardust". Buat yang belum nonton, tontonlah. Buat yang ingin nonton, selamat menonton. Buat yang sudah nonton, sepakat kan dengan saya bahwa film ini memang keren?


oleh : Endah Sulwesi