Dari Bolly ke Holly Lalu Singgah di Pasar Senen

kontributor: titik khan kartinehi

Suatu siang yang mengantuk. Saya datang ke lantai empat, redaksi majalah life style.

“VCD apaan tuh ?” tanya seorang teman yang bergaya alumni Wanadri padahal bukan sama sekali. Sepatu tracking, celana lapang tambalan sekana abis dibarut tebing Himalaya plus pisau lipat Victorinox yang selalu menggantung di celana.

“Ashoka,” jawabku.

“Yang main siapa?”

“Shah Rukh Khan.”

“Hua..ha..ha..ha...nehi..nehi...nehi...” gelak temanku itu diikuti gerakan mengangkat satu tangan sembari menekuk lutut. Yang lainpun jadi ribut. Barangkali nama Shah Rukh Khan seperti aib jika disebut di lantai yang selalu meresensi film Hollywood itu.

Dia mengambil VCD dari tanganku lalu menyetelnya dengan ekspresi ingin mencari hinaan yang lebih ampuh.

Sebuah pedang melayang menembus sarang burung, menancap di tanah dengan bercak darah dan bulu yang melayang pelan. Orkestra bernada minor mengalun. “Pedang yang lepas dari sarungnya selalu akan mencari mangsa...” Seorang anak dengan tatapan shocked melihat bulu burung yang melayang pelan.

Teman saya duduk di kursi dengan tangan bersedekap

Setting kerajaan Magadha 273 SM – 232 SM. Perebutan tahta. Seorang perempuan tua yang nampak bijak bertapa membisu. Ashoka (Shah Rukh Khan) harus pergi meninggalkan kerajaan karena sang ibu selir itu tidak ingin ada pertumpahan darah. Pertarungan antara Pangeran Sushima yang ambisius dan Pangeran Ashoka harus dibatalkan. Di India, seorang ibu begitu berwibawa. Ashoka-pun menurut. Menanggalkan atribut kerajaan, berpakaian rakyat jelata dengan kadi dan celana kombornya, berkuda putih, sang pangeran meninggalkan gerbang kerajaan.

Muncul screen Kalinga Border. Banyak anak-anak berkepala botak sedang tersenyum riang. Shah Rukh Khan memotong rambutnya yang semula gondrong. Menjadi pendek rapi dan murah senyum. Sembari membagikan buah-buahan kepada para bikhu cilik itu.

“Kau orang baru di sini. Tetapi sinarmu takkan tertutupi oleh awan,” kata seorang bikhu tua.

“Hemmm..apakah saya seorang pangeran dengan pedang panjang. Atau seorang maharaja?!” canda Shah Rukh sembari menirukan lagak pendekar.

“Nasibmu lebih baik dari maharaja.”

“Wow... siapakah yang lebih baik dari seorang maharaja?”

“Seorang musafir yang telah mengakhiri perjalanannya,” kata bikhu itu sembari menjauh. Suara lonceng berdentang. Senja pun berubah menjadi malam.

Ketika layar memancarkan cahaya. Muncul hamparan pegunungan nan hijau. Kareena Kapoor menari dengan baju seksi.

‘San sanana Na Na...Ja Ja Re Ja Re ... Ja Ja Re Ja...Ja Re Pawan...’

Teman saya nyengir. Beranjak menyedu teh. Dengan asap panas mengepul di gelas, teman saya itu kembali duduk tersenyum lebar. Kurasa, dia telah menemukan fragmen hinaan yang lumayan.

Ashoka mengajari Putri Kaurwaki (Kareena Kapoor) yang saat itu sedang dalam pelarian, untuk memainkan pedang.

“Pandanglah musuh di satu titik. Pedang harus menyatu dengan jiwa. Gerakannya senafas dengan nafas kita...” Jurus-jurus pedang layaknya The Last Samurai.

Teman saya duduk memegang dagu. Satu teman yang lain ikut duduk.

Adegan perpisahan yang membuat terharu bombay bombay.

“Saya harus pergi. Ibu saya sakit,” kata Ashoka yang menyamar menjadi warga biasa dengan nama Pawan. “Percayalah, aku akan kembali menjemputmu. Dengan ribuan kuda dan ratusan gajah. Kau adalah ksatria putriku.” Lagu sendu mengalun. Mereka pun tak lagi pernah bertemu. Ashoka menemukan tempat persembunyian Kaurwraki telah menjadi abu. Ashoka mengira, Kaurawki mati dengan tragis. Ashoka kembali ke watak semula. Menjadi beringas dan tak terkendali. Pembunuh yang keji. Penakluk yang ambisius.

Teman saya melupakan tehnya. Wajahnya kaku menatap layar monitor. Teman yang lain melongo dengan wajah paling bloon yang pernah ditunjukkan.

Puluhan ribu tentara. Ribuan kuda. Ratusan gajah. Berkumpul dalam satu pertempuran. Antara Magadha dan Kalingga. Panglima perang yang gagah berani. Shakh Rukh Khan dengan rambutnya yang tiba-tiba gondrong, berhadapan dengan prajurit Kalinga. Tanpa sepengetahuan si Shakh Rukh..bahwa pemimpin pasukan Kalingga adalah Kaurwaki.

Di antara bangkai yang berserakan. Kereta yang patah rodanya. Senjata yang kehilangan tuannya. Ashoka berdiri dalam sunyi.
“Aku telah memenangkan pertempuran. Tetapi sebenarnya aku telah kalah...” Tokoh kita menunduk. Di antara setting bekas pertempuran yang mengerikan layaknya Brave Heart. Hingga tiba-tiba Kaurwaki muncul. Dengan amarah yang meluap. Kekecewaan yang tiada tara. Lalu roboh di tanah. Mereka berpelukan. (penonton tersenyum.. hiks seandainya itu gue gitchu loh..). Kemudian muncul anak kecil. Pangeran Arya, calon pemegang tahta Kalinga.

“Pawan, apakah pangeran itu jadi kembali? Dengan ribuan kuda dan ratusan gajah. Apakah pangeran dan putri itu akhirnya menikah ? apakah mereka hidup bahagia ?”

Wajah garang Shakh Rukh Khan lenyap diganti uraian airmata.

“Ya..mereka hidup bahagia.” Brug. Bocah laki-laki itu roboh tengkurap. Di punggungnya puluhan anak panah menancap. (Mati lo !) Film selesai.

Ashoka. Film yang diproduksi dan disutradarai Shakh Rukh Khan. Settingnya keren. Humornya canggih. Yang melibatkan ribuan orang, 6.000 kuda, dan 400 gajah. Menjadikan Ashoka sebagai film kolosal terbesar abad ini....

“Gila...ini sekelas Hollywood...gila....!” teriaknya sembari menatap layar yang menampilkan nama-nama kru film dalam huruf berjalan, seakan berharap tiba-tiba film itu muncul sekuelnya. Atau bersambung seperti sinetron ‘Tersanjung’ yang sambung menyambung itu. Lama ia tercenung sembari geleng-geleng kepala.

“Dimana lu beli ?”

“Pasar Senen... nape ?”

Temanku melongo. Nah lo!

“Lo kok abis. Sambungannya mane.”

“Sambungannye ya, kopaja itu lu tahan trus pulang deh peluk2 bantal. Hehehehe.”

Judul: Ashoka
Produksi: Bollywood, 2001
Sutradara: Santosh Sivan
Produser: Shah Rukh Khan
Pemain: Shah Rukh Khan, Kareena Kapoor




0 comments: