"Berisik" Pasir Berbisik

kontributor: agung de ha

Nonton film, nonton manusia. Bukan hanya film yang bisa ditonton. Tapi juga penontonnya adalah film itu sendiri.

Ini terjadi ketika saya putar film “Pasir Berbisik” di rumah, di pedalaman Jawa Tengah. Di sepuluh menit pertama film itu tiba-tiba Pak Lik berkomentar, “Film kok nang wedhi terus (film kok cuma bersetting pasir terus)”.

Komentar Pak Lik benar. Sedari awal, film ini memang bersetting pasir. Maklum judulnya saja “Pasir Berbisik”. Setting di pasir itu dimulai ketika Daya (Dian Sastrowardoyo) tubuh moleknya tertelungkup dan mendengarkan bisikan pasir. Baju yang dikenakannya sobek sana-sini. Itu kostum ndeso. Meski berperan begitu Dian tetap….

“Eh…eh……kok omahe diobong to?” tanya Pak Lik terheran. (Maklum, wong ndeso sering terheran kalau melihat sesuatu yang asing di mata mereka)

Saya tak berkomentar. Saya sok-sokan serius menyaksikan alur cerita yang asing di mata saya. Ketika, di film itu, tiba-tiba gubug-gubug liar di sepanjang pantai itu dibakar massa. Berlian (Christine Hakim), yang jadi dukun aborsi keple-keple lantas mengajak Daya, anaknya, pergi mencari daerah pemukiman baru. Daerah berpasir, tentu saja.

Dalam perjalanan, di adegan film itu, si wajah “Dian” tampak belumur pasir. Kaki lejangnya mengayun gontai. Selain lejang, kaki “Dian” juga tampak mulus. Masuk akal tentu saja. Pasir kan lembut. Gak mungkin lah yaw… menggoresi kaki mulus “Dian”. Kaki “Dian” mulus ya? Oh….

Tapi “Christine” dengan raut muka serius tetap mengajak melanjutkan perjalanan. Sampai datang badai pasir. Ibu melindungi Anak dengan kain selendangnya. Badai pasir dengan suara gemuruh berlalu.

Saat melihat fragmen itu Pak Lik berkomentar lagi, “E..ee…eee… mbok ditolingi kae…(ditolongin itu).”

“Mbok luweh (biarin),” timpal anak Pak Lik.

Saya cuma diam. Sesekali melirik ke arah dua manusia ndeso itu. Batin saya terus bergulat: ingin mengumpat tak dapat, tapi ditahan kok….

Tak kuat. Si Daya mengeluh dalam perjalanan. Berlian tetap ngotot melanjutkan perjalanan. Nan Achnas, sutradara film ini, mungkin terilhami La Grande Voyage (Ngawur wae… wong La Grande Voyage baru dibikin belakangan je…)

Sampai akhirnya Berlian dan Daya menemukan daerah baru. Di situlah Daya menemukan teman sepinya, Sukma (Dessy Fitri).

“E…eee..eeee…..kok pincang” lagi-lagi Pak Lik mengomentari Sukma, teman Daya, yang pincang dalam film itu.

“Bapak kiribut wae ….(bapak ribut melulu),” timpal kemenakan saya.

Saya cuma diam. Tak menanggapi. Saya bingung denagan maksud film ini. Tiba-tiba saja ayah Daya pulang. Dari mana Agus (Slamet Rahrdjo) tahu alamat istrinya, padahal itu kan daerah tak bertuan?

Agus, ayah Daya, yang tergiur uang, akhirnya “menjual” anaknya kepada Suwito (Didi Petet). Dan akhirnya adegang berlanjut pada Dian Sastrowardoyo, pemeran Daya itu, memerankan diri memerawani dirinya dengan jari. Coki coki lah bahasa okem-nya. Ah, gak tega aku ngomong kalau Dian Sastro idaman pria se pulau Digul itu Mastur…. Lebih santun ngomongnya Dian lagi meranin adegan Mandra (Mastur sama Mandra kan adik kakak!)

“Dedi ki ngopo to…?” komentar Pak Lik melihat Dedi, nama kemenakan saya, yang cengar-cengir. Si Dedi tampak belagu.

Saya cuma mesem. Melihat akting Didi petet yang belagu. Dian Sastrowardoyo yang berlagak kikuk dan lugu. Melihat Dedi yang cengar-cengir. Mendengar celoteh Pak Lik. Melihat Bapak yang datang dari kamar mandi beberapa detik melihat adegan Daya yang...

Ah…Si Sukma akhirnya mati. Si Daya kesepian lagi. Cup… cup… Dian, jangan nangis dong! Masih ada abang di sini.

Berlian menangis menyumpahi orang lelaki yang menghancurkan hidup anaknya. Agus minggat (mati po ya?). Daya dan Berlian tetap tinggal di tanah berpasir.

“La kok bubar…” komentar terakhir Pak Lik di menit ke-106 Pasir Berisik.

“Maksude opo to mas?” tanya kemenakan pada saya. Aku diam saja.

“Lha, cewek yang cantik tadi itu nama aslinya siapa toh Mas?

Tak sampai sepermpat detik aku langsung menjawab kilat: “Namanya Mastur!”

“Lho kok Mastur? Orangnya kan cewek, Mas?”

Aku tergeragap. Sialan. Sejam lebih nonton film absurd ini kok yang nempel cuma pas adegan “Dian” lagi Mastur… Eh, salah, Omas!

0 comments: